OBSERVASI CHARACTER BUILDING
DENGAN
TEMA SIKAP DAN PERILAKU SOSIAL
PEMULUNG PAHLAWAN LINGKUNGAN
Makalah
Ini Disusun Dalam Rangka
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
CHARACTER BUILDING
Dosen Pengampu : Riyanti Yunita K, S
Pd.
DI SUSUN
OLEH :
DARSONO - STI201501151
NURKHOLIK - STI201401108
ANJAN WIBOWO - STI201501147
SABILUL KHOERIYAH - STI201401109
DHEDY TRI HERMAWAN- STI201401104
STMIK WIDYA UTAMA PURWOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam, berkat limpahan Rahmat dan Taufiq-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw., beserta keluarga, sahabat dan pengikut
beliau sampai akhir jaman.
Penulis mengucapkan dan menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dosen Pengampu
Mata Kuliah Character Building, yang telah memberikan pengetahuan kepada
penulis terutama tentang mata kuliah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktunya.
Walaupun penulis berusaha semaksimal
mungkin untuk menyempurnakan makalah ini, penulis menyadari betul bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu yang penulis
miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya hanya kepada Allah kita
berserah diri dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan
penulis khususnya, dan mudah-mudahan Allah selalu memberikan Ridho-Nya, Amien
Ya Rabbal 'Alamin.
Purwokerto, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan
Penelitian ................................................................................. 2
1.4.
Manfaat Penelitian ............................................................................... 2
1.5.
Metodologi Penelitian .......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Seorang Pemulung
....................................................... 4
2.2 Kondisi Sosial Pemulung
...................................................................... 4
2.3 Interaksi Sosial Pemulung
.................................................................... 5
2.4 Konflik Sosial Pemulung
...................................................................... 6
2.5 Penilaian Masyarakat Umum Terhadap Pemulung .............................. 7
2.6 Kondisi Pemulung
................................................................................ 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.......................................................................................... 9
3.2 Saran
.................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................................... 10
LAMPIRAN
........................................................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemulung dipandang
sebagai strata kasta paling bawah di dalam masyarakat kita. Mungkin karena
pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung dengan sampah. Bahwasanya hanya
beberapa orang saja dari masyarakat kita yang menyadari sesungguhnya betapa
besar peran pemulung dalam pengelolaan sampah.
Apa
yang dilakukan olehnya merupakan salah satu bentuk nyata dalam pengelolaan
lingkungan hidup, karena sampah-sampah yang diambil oleh
pemulung adalah rata-rata merupakan sampah organik seperti botol/gelas
plastik air mineral, kardus-kardus bekas, besi rongsokan, kaca dsb. Dan
ternyata kesemuanya itu masih memiliki nilai jual. Yang disisakan oleh
pemulung adalah sampah-sampah organik yang bagian pengelolaannya adalah tugas
dari Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah tugas dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota..
Kami
memilih judul ini karena kami merasa pemulung selama ini dianggap sampah
masyarakat. Oleh sebab itu kami mengangkat judul ini agar dapat menepis opini
masyarakat dan kami juga ingin lebih mengetahui lebih dalam mengenai
kehidupan sebagai pemulung. Kami melakukan observasi di Terminal Bus
Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Alasan kami memilih di daerah tersebut
karena pemulung yang berada di terminal memungut sampah di dalam bus yang baru
saja masuk ke dalam terminal. Di terminal tersebut sebagian pemulung adalah
anak kecil diantaraya adalah Nanang.
Saat diwawancarai, Dia sangat sopan dan menjawab dengan baik atas semua
pertanyaan kami. Di sekitar area terminal tersebut kami melihat nanang dan
pemulung lainnya berebut sampah di dalam bus yang baru datang. Sunggguh
pemandangan yang berbeda dimana anak kecil seharusnya belajar dan bermain
tetapi di sini mereka mencari uang untuk kehidupan mereka. Hidup menjadi anak jalanan dan pemulung memang
bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi
yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi
“masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian
terhadap nasib anak jalanan dan pemulung tampaknya belum begitu besar dan
solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang
harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia
dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Sudah saatnya
pemerintah memberikan konstribusi yang baik bagi pemulung agar
bisa dipandang positif untuk masyarakat. Tempatkan mereka pada posisi
yang baik.Berikanlah modal untuk bisa mengembangkan usaha ataupun membuat
lapangan pekerjaan baru. Berikan pendidikan yang layak agar mereka bisa
menjadi anak bangsa yang berprestasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah latar
belakang seorang pemulung?
2. Bagaimanakah kondisi
sosial dari seorang pemulung?
3. Bagaimanakah interaksi
sosial antara pemulung, bos kecil dan bos besar?
4. Seperti apa sajakah
konflik sosial dari seorang pemulung?
5. Seperti apakah penilaian
masyarakat terhadap seorang pemulung?
6. Bagaimankah kondisi pemulung di area
terminal?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk memenuhi tugas
mata kuliah Character Building dari Ibu Riyanti Yunita K, S Pd. Dan untuk menjawab setiap pertanyaan dalam
rumusan masalah. Sehingga dihasilkan kesimpulan yang lengkap dan untuk dapat
mengenal lebih dekat dengan para pemulung dan lingkungan hidupnya, seperti :
1. Bagaimanakah latar
belakang seorang pemulung?
2. Bagaimanakah kondisi
sosial dari seorang pemulung?
3. Bagaimanakah interaksi
sosial antara pemulung, bos kecil dan bos besar?
4. Seperti apa sajakah
konflik sosial dari seorang pemulung?
5. Seperti apakah penilaian
masyarakat terjadap seorang pemulung?
6. Bagaimankah kondisi
pemulung di area terminal?
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk
dapat menepis pandangan masyarakat tentang pemulung yang dianggap sampah
masyarakat. Dan untuk lebih jauh mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan
sebagai pemulung.
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam
penyusunan laporan hasil riset ini,
kami menggunakan metode-metode riset sebagai berikut:
1. Metode Wawancara (Interview)
Dalam metode ini kami melakukan wawancara
langsung dengan pemulung yang sedang terjun ke lapangan.
2. Metode Pengamatan (Observasi)
Dalam metode ini kami melakukan
pengumpulan data dengan cara melihat, mendengarkan dan mengamati secara
langsung terhadap semua aspek yang berhubungan dengan kehidupan para pemulung.
3. Metode Kepustakaan
Dalam
metode ini kami mempelajari referensi-referensi seperti dari internet yang
berhubungan dengan kemiskinan di Indonesia, khususnya tentang pemulung.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Seorang Pemulung
Pemulung adalah
seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak layak
pakai, maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang yang bekerja
sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata
uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu pasti
ada sampah. Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak menetap.
1. Pemulung menetap
adalah pemulung yang bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau
lainnya di sekitar tempat pembuangan akhir sampah.
2. Sedangkan kelompok
pemulung tidak menetap adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang,
jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai dan lainnya.
Tidak
semua dari mereka yang berprofesi sebagai pemulung seratus persen
menggantungkan penghasilannya dari memulung, tetapi ada juga yang hanya
menjadikan memulung sebagai pekerjaan sampingan atau untuk mencari uang
tambahan.
Pendidikan merupakan
dasar dari pengembangan produktifitas kerja.Tingkat pendidikan yang rendah,
membuat pola pikir yang relatif sempit.Sebagian besar pemulung hanya tamat
pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang
tidak berkecukupan. Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat
terbatas, sehingga sarana yang digunakan oeh pemulung sangat sederhana. Yaitu,
karung plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang bekas.
2.2 Kondisi Sosial Pemulung
Kelompok masyarakat
pemulung tidak memiliki organisasi formal atau yang bersifat akademik namun
secara informal, pemulung memiliki hubungan kerja sama yang serupa dengan
kegiatan kelompok organisasi. Pemulung biasanya diorganisir oleh beberapa
kelompok.
Status
sosial pemulung dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
Ø Pemulung
Ø Bos Kecil
Ø Bos Besar
Pemulung merupakan status sosial yang paling rendah.Ia bekerja
untuk mengumpulkan sampah seperti kaleng bekas, botol minuman bekas yang
dikumpulkan dalam karung, kemudian diserahkan kepada bos kecil. Dalam
ekonomi, pemulung dapat disetarakan dengan produsen.
Bos kecil merupakan
orang yang menampung sampah-sampah dari para pemulung..Sampah-sampah tersebut
ditimbang untuk kemudian dihitung berapa berat sampah tersebut.Ia memiliki
tempat penampungan sampah. Bos kecil apat disetarakan dengan peran pedagang
pengumpul (collector).
Bos besar memiliki tempat
penampungan yang lebih besar dari bos kecil.Ia adalah pengadah dari hasil
kumpulan sampah bos kecil. Dalam ekonomi, bos besar dapat disetarakan sebagai
lembaga pemasaran atau agen. Status sosial dan peran pemulung, membedakan
tingkat pendapatannya.
2.3 Interaksi Sosial Pemulung
Para pemulung umumnya
memiliki pergaulan yang terbatas dan relasi yang sempit. Jaringan sosial
pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung), terlihat cukup
baik.Mereka saling tolong menolong sesamanya.Jika ada diantara mereka yang
terkena musibah, mereka meminta pertolongan dengan kawan seprofesi.
Jaringan sosial
pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah), terlihat
cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling
berkepentingan. Kelompok bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos
kecil atau agen) yang menjadi pengadah hasil kumpulan barang bekas yang
dikumpulkan pemulung.Tidak hanya kelompok bawah yang bergantung kepada kelompok
atas. Namun, kelompok atas pun memiliki kepentingan dengan kelompok bawah. Para
agen, membeli barang-barang bekas kumpulan pemulung.
Bagi
agen, biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial.hal itu juga
untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan pengadah atau agen.
Dan jika memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, misalnya, biasanya
pemulung tidak segan juga untuk meminjam uang kepada agen/bos kecil.
Pemulung-pemulung
dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan secara sukarela
terhadap sesama pemulung yang terkena musibah.Sedangkan dari pihak bos
kecil/bos besar/agen biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika
dalam jumlah yang besar).Sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan
secara sukarela.
Diantara para
pemulung, dalam menjalankan tugasnya juga terdapat persaingan, seperti untuk
mendapatkan hasil pulungan yang banyak dan wilayah operasi. Faktor kecekatan
tangan, keterampilan, dan daya tahan fisik yang akan menentukan seberapa banyak
mereka dapat mengumpulkan barang-barang bekas yang masih memiliki nilai
ekonomi. Siapa yang kuat fisiknya, pagi, siang, sore bahkan malam hari, dapat
melakukan aktivitasnya sebagai pemulung, maka akan lebih banyak juga
barang-barang bekas yang didapat.
Persaingan antara
pemulung dengan agen, biasanya berkaitan dengan harga pulungan.Biasanya
dihitung berdasarkan berat.Jika dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti
sekarang ini, biasanya harga barang hasil pulungan cenderung turun.
Dalam kepemilikan
media komunikasi, dalam hal ini penggunaan telepon genggam, hanya beberapa
pemulung saja yang memiliki telepon genggam.Biasanya mereka adalah pemulung
masih remaja dan menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi dengan
teman-temannya.
2.4 Konflik Sosial Pemulung
Dalam kehidupan sosial
suatu masyarakat, adanya persaingan yang tidak sehat, perbedaan kepentingan dan
komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, dapat menimbulkan konflik sosial.
Kehidupan pemulung
sebagai masyarakat miskin yang kumuh, tidak terlepas dari konflik-konflik
kehidupan. Selain mengembangkan jaringan sosial, juga berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya. Biasanya para pemulung memiliki pekerjaan sampingan lainnya
seperti berternak, membuka usaha warung makanan, atau bisa juga, memulung untuk
tambahan uang saja. Hal itu dilakukan untuk mengatasi himpitan kesulitan
ekonomi.
Agar
mampu bertahan hidup, mereka mengerahkan keluarganya untuk bekerja. Misalnya,
Ayah memulung di pagi, siang dan sore hari. Ibu, memulung di pagu hari saja dan
Anak memulung di sore hari, sepulang sekolah.
Konflik-konflik kecil
juga dapat terjadi di kalangan pemulung dan agen. Biasanya masalah yang
terjadi adalah pemulung menjual hasil pulungannya kepada pihak lainnya (bos
kecil) dengan alasan untuk menghindari dipotongnya penghasilan untuk membayar
utang si pemulung tersebut. Atau bisa juga untuk mencari selisih harga beli
yang lebih menguntungkan. Melihat profesi pemulung yang akrab dengan sampah dan
barang-barang bekas, tak jarang mereka yang tak kuat fisiknya terserang
penyakit.Dalam hal ini, jaminan kesehatan untuk pemulung masih sangat minim.
Tak jarang pemulung dianggap penduduk ilegal sehingga terkadang, mereka tidak
mendapat perlakuan kesejahteraan yang sama dengan masyarakat lainnya.
Mengenai status
kependudukan mereka pun terkadang tidak jelas.Sebagian pemulung tidak memiliki
Kartu Tanda Penduduk (KTP).Kalaupun ada, KTP tersebut berasal dari tanah lahir
mereka dan bukan KTP dari daerah mereka bermukim.
Tetapi secara umum,
konflik-konflik yang terjadi di kalangan pemulung, masih dapat dikendalikan
dengan baik dan kehidupan sosial ekonomi pemulung berjalan dengan baik.
2.5 Penilaian
Masyarakat Umum Terhadap Pemulung
Penilaian pemulung di
mata masyarakat masih dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan oleh
tingkah laku beberapa pemulung yang suka jahil mencuri. Sudah banyak terjadi
kasus pemulung yang memasuki kawasan perumahan, mencuri sepeda motor milik
warga. Oleh karena itu sudah banyak warga yang melarang pemulung memasuki
kawasan perumahannya karena dianggap meresahkan warga.
Namun, tidak semua masyarakat
beranggapan negatif terhadap pemulung. Karena.di balik sisi negatif para
pemulung yang suka jahil mengambil barang berharga milik warga, pemulung juga
memiliki peran yang mulia. Pemulung memilki kontribusi
nyata dalam mewujudkan sebuah kota yang bersih dari sampah.
Masyarakat juga enggan
untuk berinteraksi sacara langsung atau untuk menjalin hubungan kekerabatan
dengan pemulung.Hal ini dikarenakan pemulung yang berpakaian kotor dan
cenderung kumuh.
Perhatian masyarakat
terhadap pemulung dan keluarga pemulung juga kurang. Padahal
sebenarnya mereka membutuhkan perhatian dan dorongan materil maupun sosial dari
masyarakat sekitarnya.
2.6 Kondisi Pemulung
Kami melakukan observasi
pada hari Minggu tanggal 1 November 2015 di Terminal Bus Purwokerto, Banyumas,
Jawa Tengah. Di sana kami bertemu dengan seorang pemulung kecil, Nanang
namanya. Dia bertempat tinggal di Teluk Purwokerto, dalam wawancara tersebut
kami menanyakan banyak hal yang diantaranya adalah tentang kehidupan dia
sebagai pemulung cilik.
Nanang setiap sore hari sepulang sekolah dia pergi ke
terminal untuk mengumpulkan botol-botol bekas atau sampah-sampah bekas yang
bisa dijual. Dia mencari botol-botol bekas di dalam bus yang baru datang dari
luar kota. Siswa dari SMP 7 PURWOKERTO ini selain mencari botol-botol bekas di
dalam bus nanang juga mencari barang-barang bekas di dalam tong-tong sampah
yang ada di area terminal.
Di
terminal bukan hanya nanang seorang diri sebagai pemulung cilik, banyak
teman-temanya juga seperti dia. Mereka harus berebut untuk mendapatkan
botol-botol bekas. Walaupun nanang baru kelas 2 SMP tapi dia sudah bisa mencari
uang sendiri untuk membantu kedua orang tuanya yang bapaknya bekerja sebagai
buruh tani. Nanang melakukan kegiatan ini juga untuk meringankan biaya sekolah
sendiri dan untuk membahagiakan ke 2 adiknya yang masih kecil. Nanang
mengumpulkan botol setiap hari dan di kumpulkan terlebih dahulu, baru setelah 1
minggu ia jual ke pengepul dengan hasil kurang lebih Rp.30.000/minggu.
Di sini dapat kami
menyadari bahwa keberadaan pemulung sangatlah membantu,
terutama dalam mengurangi barang-barang bekas yang menurut kita tidak
layak berguna tapi dengan adanya mereka ternyata barang-barang tersebut dapat
menjadi barang yang sangat berarti dan dapat terpakai untuk kita semua,
membantu pembuangan sampah yang menumpuk di lingkungan kita, Pemulung adalah
pahlawan lingkungan. Namun menurut pandangan sebagian masayarakat umum,
pemulung merupakan sebuah keberadaan yang mengganggu, kotor, dll. Padahal kalau
ditelaah lebih jauh, mereka sebenarnya juga tidak ingin menjadi seorang
pemulung, karena mereka sendiri sebenarnya orang-orang yang cukup berwawasan
luas, namun karena situasi ekonomi yang mengekang dan kesempatan yang belum
datang, mereka menjadi seperti ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan kami mengenai hasil dari observasi
ini, bahwa kehidupan para pemulung sangatlah mengharukan dari segi ekonomi
hingga segi batin. Seperti di lecehkan oleh masyarakat, hingga dihina oleh
bangsanya sendiri. Sehingga kami merasa sangat iba terhadap apa yang mereka
rasakan dan kami pun tak lupa bersyukur dengan apa yang saat ini kami rasakan
sehingga kami dapat menuntut ilmu hingga sejauh ini, karena masih banyak
orang-orang yang kurang beruntung daripada kami.
Pekerjaan menjadi pemulung bukanlah
pekerjaan hina seperti yang selama ini kita bayangkan. Karena kami melihat dan
merasakan bahwa sistem pekerjaan mereka mengandung unsur kekeluargaan dan
gotong royong yang sangat jauh berbeda dengan orang-orang yang kerja di balik
meja megah dan berayun-ayun di atas kursi putar yang hanya bisa mengandalkan
teori, memerintah dan saling menjatuhkan sesama rekannya. Dan factor yang menyebabkan mereka berprofesi
sebagai pemulung yaitu factor ekonomi, keterbatsan pendidikan dan keterbatasan
modal
Strategi yang dikembangkan pemulung
agar tetap bertahan hidup dengan cara mempertahankan jaringan social baik
secara vertical maupun horizontal, banyak orang memandang sebelah mata profesi
pemulung padahal dengan keberadaan pemulung sangatlah membantu masyarakat dalam
upaya membersihkan barang-barang yang tidak layak pakai. Meski cukup memberi
jasa terhadap masyarakat sekitar, namun perhatian masyarakat terhadap pemulung
relative kecil.
3.2 Saran
Sudah saatnyalah pemerintah memberikan
konstribusi yang baik bagi pemulung agar bisa dipandang positif untuk
masyarakat. Tempatkan mereka pada posisi yang baik.Berikanlahmodal untuk
bisa mengembangkan usaha ataupun membuat lapangan pekerjaan baru. Berikan pendidikan
yang layak agar mereka bisa menjadi anak bangsa yang berprestasi dan
jadikanlah tempat pemukiman pemulung supaya tidak kumuh dan kotor, karena
tempat seperti itu yang menjadi
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN